Palu – Masyarakat Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, kembali bereaksi atas maraknya jual beli di lahan Hak Guna Bangunan (HGB) PT Lembah Palu Nagaya, tepatnya di sebelah Timur Kampus Universitas Tadulako (Untad). Ratusan warga turun ke lokasi, dan menemukan beberapa orang telah melakukan pembangunan di lokasi tersebut. Warga kemudian meminta orang-orang tersebut menghentikan proses pembangunan, dengan alasan lahan masih dalam status quo (perkara).
Perwakilan Masyarakat Kelurahan Tondo, Rizal, mengatakan bahwa lahan tersebut puluhan tahun masih dalam proses perkara. Karena terjadinya pengambilan paksa dari pihak PT Lembah Palu Nagaya.
“Ini tanah ulayat yang jauh sebelumnya dikuasai oleh masyarakat secara turun temurun untuk gembala dan pertanian. Namun tahun 1993 secara sepihak statusnya berubah menjadi lahan HGB,” terang Rizal, di Tondo, Minggu 26 Mei 2024.
Rizal menerangkan, pada Tahun 1993 Kota Palu masih daerah administrasi Donggala, telah terbit Surat Keterangan Nomor 500 – 585 yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Daerah Tingkat II Donggala, menyerahkan pengelolaan tanah seluas 108 hektar, kepada PT Lembah Palu Nagaya.
Dalam point penyerahan disebutkan. Pertama, penguasaan tanah kepada PT Lembah Palu Nagaya tidak melalui pembebasan tanah atau ganti rugi kepada masyarakat setempat yang menguasai atau mengolah lahan tersebut. Tetapi hanya berdasarkan surat keputusan Gubernur Sulteng Nomor SK 188.44/4923 tanggal 25 Juli 1989.
Kemudian, pada point kedua tertulis, bagi warga yang pernah menguasai atau mengolah lahan dimaksud, sebanyak kurang lebih 162 orang telah dipindahkan di sebelah timur dari lokasi LIK Transmigrasi Tondo, masing-masing mendapatkan bidang tanah berukuran 20 M x 40 M, beserta sertifikat sebagaimana dalam surat tertanggal 1 Nopember 1993 Nomor 500-466.
Surat Keterangan penyerahan lahan ke PT Lembah Palu Nagaya ini ditandatangani Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Donggala, Alexander Bofe, Tanggal 8 Desember 1993.
“Mengenai ganti rugi yang sudah terjadi waktu itu, seperti yang tertera di point 2, ganti rugi lahan masing-masing 20 M x 40 M lahan sebanyak 162 orang tidak tepat sasaran. Artinya, ganti rugi yang sudah dilakukan telah dimanfaatkan oleh penguasa waktu itu. Karena faktanya tidak satupun masyarakat yang menerima ganti rugi itu,” jelas Rizal.
Bahkan kata Rizal, hampir setengah dari lahan itu telah dibangunkan hunian tetap (huntap) bagi korban bencana 2018 lalu.
“Karena pertimbangan untuk kemanusiaan, kami tidak pernah permasalahkan untuk pembangunan Huntap. Tapi kami berupaya sisa lahan ini dikembalikan kepada Masyarakat, Tondo,” tegas Rizal.
Bersama masyarakat, Rizal mengaku terus berupaya mengembalikan lahan tersebut pada masyarakat, dengan modal fakta-fakta yang dimiliki, baik surat ataupun tersirat.
“Jangan kira kami tidak memiliki bukti hukum yang kuat. Semua sudah lengkap, jika dibutuhkan kami akan perlihatkan di depan hukum,” tambah Rizal.
Dikesempatan itu juga Rizal mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menanggapi jika ada oknum-oknum menawarkan penjualan lahan tersebut. Sebab, beberapa orang yang berasal dari luar Kelurahan Tondo, mengaku sudah membeli lahan itu dari oknum yang tidak bertanggungjawab.
“Ada beberapa orang yang mengaku sudah membeli dari oknum-oknum, bahkan sudah ada yang mulai membangun. Kami tanya mana sertifikatnya ? Mereka tidak miliki itu. Kami sampaikan silahkan berurusan dengan penjualnya, keberadaan kalian ilegal, lahan ini milik masyarakat Tondo yang masih dalam status berperkara,” tandas Rizal. (*)
Sumber: https://suluhmerdeka.com/id/berita/warga-tondo-protes-maraknya-jual-beli-lahan-di-hgb-pt-lembah-palu-nagaya/