Pangkal Pinang – Wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) dengan calon tunggal menguat di wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung seperti Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Selatan dan Kabupaten Bangka Tengah. Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung dan Peneliti Yayasan Kapong Sebubong Indonesia, Ranto mengatakan skenario kotak kosong tersebut memang dikondisikan oleh elit-elit politik untuk mengeliminasi kandidat lainnya.
“Dalam konteks ini telah terjalin pemufakatan jahat yang dilakukan oleh elit-elit politik untuk menihilkan kandidat lainnya supaya memenangkan kompetisi politik dengan mudah,” ujar Ranto.
Ranto menuturkan upaya menciptakan kotak kosong sebagai peserta pemilu biasanya diskenariokan jika di suatu wilayah ada kandidat yang terlalu kuat dengan cara tetap dicalonkan atau tidak dicalonkan sama sekali.
“Kalau ada kandidat yang terlalu mendominasi elektabilitasnya maka hampir bisa dipastikan tidak ada kandidat lainnya yang bersedia untuk bertarung,” ujar dia
Meskipun demikian, kata Ranto, tidak semua kandidat yang mendominasi elektabilitasnya dipastikan akan dicalonkan. Ada juga kecenderungan untuk mengeliminasi kandidat yang tinggi elektabilitasnya supaya penantangnya yang rendah elektabilitasnya bisa memenangkan kompetisi politik tersebut.
“Jika ini yang terjadi maka pemufakatan yang dilakukan oleh elit-elit politik begitu berbahaya dan mengancam proses demokratisasi yang sedang kita rawat pasca orde baru,” ujar dia.
Menurut Ranto, awalnya skenario melawan kotak kosong disebabkan oleh kuatnya salah satu kandidat sehingga tidak memunculkan lawan yang seimbang.
“Namun, belakangan ini fenomena melawan kotak kosong dimanfaatkan untuk mengeliminasi kandidat potensial yang tidak disukai oleh elit-elit politik dengan aksi memborong partai politik,” ujar dia.
Aturan pilkada yang memberikan ruang bagi kandidat kotak kosong, kata dia, kerap dijadikan oleh elit-elit politik untuk menghadirkan kotak kosong karena tidak ada pelanggaran hukum disana.
“Padahal, fenomena kotak kosong ini sebagai bentuk kegagalan proses rekrutmen politik yang menjadi tanggung jawab partai politik yang tanpa disadari,” ujar dia.
Ranto menyebutkan skenario kotak kosong merupakan bentuk pelecehan bagi demokrasi setelah praktek kolusi dan nepotisme. Karena demokrasi di arena lokal dibajak oleh elit-elit politik, kata dia, skenario melawan kotak kosong harus dihentikan karena jelas ada pemufakatan jahat.
“Ke depannya, jika fenomena melawan kotak kosong tetap dibolehkan oleh undang-undang pemilu kita maka parasit demokrasi ini semakin melumpuhkan sendi-sendi demokrasi kita,” ujar dia.
Ranto menambahkan salah satu cara untuk menghentikan pemufakatan jahat bagi demokrasi ini dengan skenario pelarangan melawan kotak kosong.
“Untuk jabatan eksekutif mau tidak mau dijalankan oleh Penjabat Sementara sampai periode berikutnya. Dengan begini barangkali upaya untuk membajak demokrasi yang sedang dilakukan oleh elit-elit politik bisa diminimalisir sedini mungkin,” ujar dia. (*)
Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1902031/skenario-pilkada-calon-tunggal-lawan-kotak-kosong-akademisi-sebut-pemufakatan-jahat-elit-politik