banner hokitimur

Poso, Pemilu 2024, dan Gerakan Anti Radikalisme

Oleh: Hamina Umar

banner 120x600

Pemilihan Umum yang akan dilaksanakan pada Rabu, 14 Februari 2024 tinggal 6,5 bulan lagi. Dinamika politik praktis terus berjalan, bahkan di sekitar kita sudah banyak bertebaran baliho dan iklan-iklan para Calon Legislatif, bahkan tokoh-tokoh yang digadang-gadang sebagai Calon Presiden 2024. Tempat-tempat tongkrongan, kafe-kafe, kampus, sekolah, kajian, seminar, bahkan pengajian juga banyak kita dengar diskusi dan obrolan seputar politik. Tidak hanya di Poso saja, di daerah lain baik di perkotaan maupun pedesaan; banyak orang yang banyak menjadikan isu politik sebagai bahan jagongan yang santai, sampai diskusi yang super serius.

Kondisi tersebut sangat wajar, mengingat Pemilu 2024 menjadi pintu gerbang bagi adanya perubahan sebuah kebijakan yang akan berlaku secara nasional maupun lokal. Sebab, akan ada pergantian pucuk pimpinan nasional mulai dari Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota secara serentak. Semua orang memiliki kepentingan untuk mengamankan tujuannya masing-masing dalam berdemokrasi melalui pesta demokrasi 5 tahunan tersebut. Kontestasi politik yang bersifat terbuka karena model pemilihan dilakukan secara langsung oleh masyarakat pemilih, membuka jembatan adanya konflik antar pendukung Caleg maupun Capres-Cawapres yang berbeda. Mengingat model kompetisi antar Caleg, tidak hanya bersaing antar Caleg yang berlainan partai politik; melainkan juga sekaligus model persaingan internal antar Caleg dalam satu partai politik yang sama.

Hal tersebut mengakibatkan adanya potensi konflik baik vertikal maupun horisontal yang dipicu akibat adanya perbedaan pilihan. Penting untuk mencegah sejak dini adanya potensi konflik yang muncul karena dapat merugikan semua pihak. Para politisi, tokoh masyarakat, aparat penegak hukum, serta pers sangat penting dalam memegang kunci terwujudnya iklim masyarakat yang damai, sejahtera, dan jauh dari perilaku anarkisme dan radikalisme.

Kabupaten Poso memiliki sejarah hitam dalam peristiwa aksi radikalisme yang dipicu salah satunya karena adanya sentimen etnis dan antar agama. Kerusuhan berdarah yang terjadi di Kabupaten Poso mulai 25 Desember 1998 hingga 20 Desember 2001. Peristiwa Konflik Poso sekadar dipicu dari sebuah bentrokan kecil antarkelompok pemuda, yang akhirnya memantik konflik antar agama. Akibat konflik tersebut menyebabkan setidaknya sebanyak 577 orang tewas (ditembak, serta terkena senjata tajam, dll), 384 terluka, 7.932 rumah hancur, dan 510 fasilitas umum terbakar termasuk di dalamnya tempat ibadah. Solusi atas konflik tersebut disudahi melalui Deklarasi Malino pada 20 Desember 2001 oleh para tokoh nasional dan lokal.

Kerusuhan tersebut terbagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama berlangsung pada bulan Desember 1998, kemudian berlanjut ke tahap kedua yang terjadi pada bulan April 2000, dan yang terbesar terjadi pada bulan Mei hingga Juni 2000. Tahap pertama dan kedua berawal dari serangkaian bentrokan antara kelompok pemuda Islam dan Kristen. Tahap ketiga yang terjadi pada bulan Mei 2000, secara luas dinilaip sebagai periode kekerasan terburuk dalam hal kerusakan dan jumlah korban, sebagaimana sudah disebutkan datanya di atas. Tahap tersebut merupakan ajang balas dendam massal oleh pihak Kristen setelah dua tahap sebelumnya yang sebagian besar didominasi oleh serangan dari pihak Muslim, dan berlangsung sampai bulan Juli 2000. Aksi balas membalas tersebut yang berada pada tahap ketiga tersebut akhirnya memuncak dalam sebuah peristiwa pembantaian di sebuah pesantren yang terjadi di Desa Sintuwulemba yang mayoritas penduduknya Islam.

Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki lebih dari 275 juta penduduk yang berasal dari 742 bahasa/dialek dan 478 suku bangsa.  Keragaman etnis, bahasa, dan agama tersebut bisa saja disulut oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab menjadi bahan konflik dengan latar belakang Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA), jika masyarakat tidak menguatkan sikap persatuan dan kesatuan. Ajaran agama baik Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, serta aliran kepercayaan mengajarkan kepada para penganutnya untuk memiliki sikap belas kasih dan kasih sayang terhadap sesama manusia baik yang berlainan agama maupun yang seiman. Adanya kasus-kasus kekerasan, tawuran, konflik, bahkan konflik dengan senjata api yang masih sering terjadi di sejumlah daerah di Indonesia menunjukkan bahwa adanya kasus-kasus radikalisasi dan anarkisme dapat merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.

Agama sebagai ajaran yang mulia memiliki nilai-nilai spiritualitas yang harus diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Tokoh-tokoh agama mulai dari ulama, kyai, habaib, pendeta, biksu, menteri agama, dan lainnya memikul tanggungjawab berat dalam membuka kesadaran pikir dari setiap penduduk untuk memiliki keshalehan sosial dan keshalehan teologis menjadi formula jitu untuk mengokohkan nilai-nilai persaudaran dan solidaritas sosial. Sikap radikalisme terjadi karena adanya sikap egoistik dan tidak adanya pengakuan akan kebenaran di luar keyakinan atau pengetahuan yang dimiliki oleh para penganut faham radikalisme tersebut.

Sikap radikalisme jika ditarik ke atas akan melahirkan sikap terorisme di mana mereka menganggap bahwa jalan yang dilakukan, meskipun itu salah di mata hukum; dianggap sebagai jalan suci; meskipun langkah yang ditempuh adalah membunuh orang lain, dengan klaim jihad suci agama melalui jalan teror atau kekerasan. Tentu saja, sikap dan keyakinan mengenai ajaran radikalisme dan terorisme tersebut sangat membahayakan bagi masa depan dan keberlangsungan bangsa.

Keberadaan penyuluh agama pada KUA tingkat Kecamatan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, di bawah kendali Kementerian Agama RI serta Kementerian Agama tingkatProvinsi dan Kabupaten/Kota, termasuk di Kabupaten Poso menjadi sangat strategis dan urgentif untuk menangkal segala bentuk aksi radikalisme yang menjurus kepada aksi terorisme. Pemilu 2024 yang berfungsi untuk memilih dan menentukan para pimpinan nasional dan daerah tingkat eksekutif dan legislatif, menjadi momentum penting untuk berkolaborasi dan menyatukan tekad dan tujuan untuk membangun kemajuan bangsa. Adanya perbedaan dalam pilihan suara Pemilu adalah sebuah keniscayaan dan hal yang lumrah. Adanya persamaan dalam pilihan melalui Pemilu 2024 juga perkara yang wajar.

Jangan sampai menjadikan Pemilu 2024 justru menjadi pemecah belah suara masyarakat, namun harus menjadikan sebagai momentum untuk menyatupadukan visi dan misi kebangsaan secara bersama untuk membangun bangunan Indonesia selama 5 tahun ke depan pada tahun 2024-2029. Para pemilih sendiri harus cerdas dan arif dalam memilih calon pemimpin; sedangkan para kandidat sendiri harus bersih dan jujur serta inovatif dalam melakukan kampanye politik dan kampanye Pemilu, sehingga benar-benar memikat hati para pemilih. Jangan menjadikan momentum Pemilu 2024 sebagai politik adu domba, untuk membenturkan berbagai perbedaan SARA yang ada di tengah masyarakat agar mendapatkan keuntungan pribadi atau kemenangan politik secara sadis.

Para Caleg dan Capres harus bisa menjamin bahwa tim sukses dan partai politik yang mengusungnya benar-benar tidak menggunakan politik uang atau model politik tebar janji palsu untuk memikat pemilih. Jangan sampai ada Caleg atau Capres atau tim suksesnya yang menskenariokan dengan menjadi provokator agar muncul kasus radikalisme di tengah masyarakat, sehingga kelompok afiliasi politiknya dapat menikmati keuntungan, sedangkan kompetitor politik mengalami kerugian besar.

Bangsa ini dilahirkan dari buah perjuangan dari para pendahulu kita yang memiliki semangat nasionalisme, religius, dan patriotisme. Sudah selayaknya kita meneladani keteladanan para tokoh pendahulu kita. Semoga Pemilu 2024 dapat berjalan dengan lancar, demokratis, jauh dari aksi radikalisme-terorisme, dan dapat melahirkan para pemimpin nasional dan daerah yang profesional. Semoga Kabupaten Poso khususnya, dan seluruh daerah di Indonesia harus aman secara politik, aman secara ekonomi, aman secara budaya, dan aman segalanya. Gerakan anti radikalisme harus terus digelorakan sepanjang masa di Kabupaten Poso.

*) Hamina Umar, Penyuluh Agama Islam pada KUA Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso, Pembina Pengurus Yayasan Al-Amin TK/Taman Pengajian Al-Quran Desa Kamba Kecamatan Pamona Timur Kabupaten Poso