banner hokitimur

Politisi Pamer Kebaikan &Tantangan Wartawan dalam Pemilu 2024

banner 120x600

“Memang dalam agama, tangan kanan memberi, tangan kiri tidak boleh tahu. Tapi dalam politik, tangan kanan memberi, tangan kiri mengumumkan. Itu yang namanya politik”.

Penulis menyitir pernyataan dari Bupati Kabupaten Donggala Kasman Lassa yang pernah beredar di Tiktok, yang kini mengundurkan diri dari jabatannya karena maju menjadi Caleg DPRD Kabupaten Donggala. Mengapa pernyataan di atas menarik dikritisi?

Karena pernyataan tersebut memiliki muatan politik yang layak dikaji dari sisi filosofis, teologis, maupun yuridis. Itulah sebabnya mengapa, para politisi membutuhkan panggung? Panggung tersebut disediakan oleh industri media. Jika prinsip politik sebagaimana diungkap oleh politisi lokal di atas benar adanya, dan berlaku secara umum dalam kamus politik; maka yang paling diuntungkan adalah media massa. Karena media massa akan kebanjiran orderan iklan atau pemberitaan mengenai kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan oleh para politisi. Sejatinya, masyarakat juga tidak dirugikan dengan kebaikan yang ditebar oleh para politisi tersebut. Hanya saja, secara agama,  nilai keikhlasan menjadi hilang, menguap, dan berpotensi mendatangkan riya atau pamer untuk yang bersangkutan.

Dalam konteks Pemilu 2024, media massa menjadi penting. Sikap dan netralitas para wartawan menjadi tantangan yang harus dibuktikan dijawab, bahwa jurnalis memiliki sikap professional. Para penegak hukum bidang kepemiluan seperti Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi/Kabupaten/Kota, KPU RI, KPUD, DKPP memikul tanggungjawab besar dalam menjamin berjalannya pesta demokrasi secara demokratis, jujur, dan adil.

Tantangan terberat bagi para pekerja media massa (wartawan dan jurnalis) dalam menjalankan tugasnya yaitu indepedensi dan netralitas. Dalam kondisi serba sulit dan bahaya apapun, wartawan profesional selalu mengedepankan nilai-nilai imparsialitas dan kejujuran. Hajatan Pemilu 2024 yang semakin dekat saat ini, menjadikan posisi wartawan atau jurnalis banyak diperhitungkan oleh para politisi dan partai politik. Mengingat melalui pemberitaan yang dilakukan oleh para jurnalis melalui media jaringannya, informasi yang disajikan mampu menjangkau dan mempengaruhi jutaan pembaca sekaligus. Bahkan dalam sejarahnya, banyak wartawan atau mantan wartawan yang lantas menjadi penguasa atau pejabat negara baik di era Orde Lama, Orde Baru, sampai Orde Reformasi. Hal tersebut membuktikan, bahwa profesi wartawan sangat diperhitungkan dalam setiap

Presiden Amerika Serikat ke-3 Thomas Jefferson (1787) pernah menggagas bahwa media atau pers harus menjadi bagian tidak terpisahkan dari upaya penegakan sistem negara demokrasi melalui proses check and balances. Inilah mengapa sampai sekarang, pers  menjadi konsep penyempurna dari trias politica yang pernah dicetuskan oleh tokoh besar John Locke dan Montesquieu (eksekutif, yudikatif, dan legislatif). Untuk bisa menjalankan tugas sebagai pihak pengontrol dan penyeimbang dari pusat-pusat kekuasaan, pers atau media harus bersikap netral dalam dunia politik.

Dalam perjalanan sejarah di berbagai belahan dunia, pers memang sangat berpengaruh pada kuasi kekuasaan. Bahkan pada negara-negara otoriter, pers justru digunakan untuk melanggengkan kekuasaan itu sendiri. Padahal sejatinya, pers memiliki legasi dan legitimasi kekuatan dalam menyebarkan informasi yang benar dan adil kepada publik. Melalui berbagai informasi dan berita yang ditebar pers melalui beragam saluran media yang ada saat ini dapat mempengaruhi berbagai kalangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berhubungan dengan Pemilu 2024 yang bakal dihelat pada 14 Februari 2023 mendatang (sekitar 7 bulan lagi), menjadi klimaks dalam pergantian kepemimpinan nasional. Karena melalui Pemilu 2024 mendatang, akan mengganti pucuk-pucuk pimpinan di tingkat legislatif, eksekutif, bahkan bisa ke yudikatif, serta jajaran kabinet (menteri). Pers memiliki tanggunjawab besar dalam menyampaikan berita secara akurat, berimbang, dan proporsional. Aspek netralitas dan proporsionalitas menjadi sangat penting menjadi bahan perhatian bagi para pengelola dan pekerja media.

Merujuk pada pengalaman sejarah pada Pemilu langsung sejak Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014, dan Pemilu 2019; seluruh politisi dan partai politik menjadikan media massa sebagai salah satu medium yang paling digandrungi sebagai medium untuk berkampanye menyampaikan aspirasi dan program kerja mereka.

Riset-riset mengenai netralitas media dalam Pemilu 2004 s/d 2019 sudah banyak dilakukan para peneliti, simpulannya bahwa mayoritas media massa tidak mengedepankan prinsip netralitas karena masing-masing perusahaan media memiliki kepentingan masing-masing untuk mengamankan kepentingannya juga. Sampai detik ini, sudah ada tiga partai politik yang mengumumkan Calon Presidennya yang siap ditimang maju dalam Pemilu 2024. Mereka adalah Ganjar Pranowo yang diusung oleh PDI Perjuangan (sementara didukung oleh PPP, Partai Solidaritas Indonesia, dan Partai Hanura); Anies Baswedan yang diusung oleh Partai Nasdem (yang didukung oleh Partai Demokrat dan PKS), serta Prabowo Subianto yang diusung oleh Partai Gerindra (sementara didukung oleh PKB). Masih ada dua parpol yang belum menentukan sikapnya dalam mengusung Calon Presiden yakni Partai Golkar dan PAN.

Secara dejure, ada 18 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh yang akan berkontestasi dalam Pemilu 2024 tersebut. Mengingat pada Pemilu 2024 besok, terdapat sebanyak 20.598 kursi kosong ditingkat legislatif, baik DPRD Kabupaten/Kota/Provinsi, DPR RI, maupun DPD RI di seluruh Indonesia. Jika masing-masing kursi legislatif diperebutkan sebanyak 15 orang, maka akan ada sebanyak 308.970 Caleg yang berkompetisi dalam Pemilu 2024.

Wilayah Indonesia yang sangat luas, dibagi dalam 2.710 daerah pemilihan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sudah mengumumkan jumlah Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pemilu 2024 sebanyak 205.853.518 pemilih. Angka tersebut mengalami kenaikan jika disandingkan dengan jumlah pemilih tetap pada Pemilu 2019 yang hanya sebanyak 192.866.254 jiwa. Pada tingkat eksekutif, akan diperebutkan 2 kursi kosong yakni Presiden dan Wakil Presiden RI Periode 2024-2029.

Senyampang dengan itu, posisi kabinet yakni formasi menteri menjadi jabatan politik yang biasanya juga diperebutkan oleh masing-masing tim sukses Capres-Cawapres 2024-2029 setelah mereka memenangkan kontestasi dalam Pemilu 2024. Untuk itulah posisi media massa menjadi sangat dibutuhkan untuk menggolkan para Capres-Cawapres 2024 dan Calon Anggota Legislatif dalam menarik simpati dan suara dari para pemilih.

Publik saat ini sangat sulit menemukan media massa yang netral. Sebab banyak media massa yang memiliki agenda politik tersendiri. Bahkan pemilik perusahaan media massa sekaligus sebagai politisi partai politik tertentu. Fakta inilah yang kemudian menyandera para pekerja media pada perusahaan media yang terkoneksi oleh kekuatan partai politik tertentu tidak bisa bersikap netral dan independen. Netralitas dan independensi para wartawan dalam meliput para Caleg, Capres, Cawapres, dan hiruk-pikuk Pemilu 2024 sangat menentukan hasil akhir Pemilu 2024. Para wartawan memikul tanggungjawab yang besar tersebut demi melahirkan para pemimpin di tingkat eksekutif dan legislatif, bahkan yudikatif yang profesional dan merakyat.

*) Muhammad Amien Sandilana, Pemimpin Redaksi merangkap Pemipin Umum Harian Online Kabar Indonesia Timur (HOKI Timur)