Kondisi Pelabuhan Rakyat Luwuk yang semrawut, bisa dibilang contoh lemahnya koordinasi antara satuan kerja di lingkungan Pemda Banggai. Kadishub Banggai Tasrik Djibran, mengaku alokasi anggaran pembenahan dikembalikan kepada Bappeda Banggai. Sebaliknya, Kepala Bappeda Banggai menyatakan, pengalokasian anggaran merupakan kewenangan dinas terkait untuk mengalokasikan.
Menurut Kepala Bappeda Banggai Ramli Tongko, jika organisasi perangkat daerah (OPD) merasa perlu melakukan pembenahan dan rehabilitasi, OPD yang bersangkutan semestinya mengajukan dan mengusulkan anggarannya.
Usulan anggaran itu bisa dimulai dari pengaspalan area pelabuhan Rakyat Luwuk. Namun, kata Kepala Bappeda hal itu menjadi hak sepenuhnya dari OPD pengelola. “Tergantung dinas,” katanya, beberapa waktu lalu.
Nasib Pelabuhan Rakyat Luwuk juga bisa dibilang merupakan dampak dari lemahnya koordinasi antara pemerintah Kabupaten Banggai dan Pemprov Sulteng. Pemda Banggai terkesan menahan diri untuk memastikan kewenangan pengelolaan. Akibatnya, Pemda Banggai kurang termotivasi dan berinisiatif untuk melakukan pembenahan fasilitas Pelabuhan Rakyat Luwuk.
Ramli Tongko, dalam satu kesempatan kepada media ini mengungkap dilema pembenahan Pelabuhan Rakyat; jangan sampai sudah diurus dan dibenahi oleh Pemda Banggai, setelahnya diambil alih oleh pemerintah provinsi Sulteng.
“Pelabuhan Rakyat itu melayani antarpulau, antarkabupaten, sudah seharusnya Provinsi Sulteng,” ujarnya.
Pihaknya mengkhawatirkan, jangan sampai Pemda Banggai mengalokasikan anggaran untuk pembenahan; setelahnya kewenangan pengelolaan Pelabuhan Rakyat Luwuk itu diambil alih oleh Pemprov Sulteng.
“Yang dikhawatirkan jangan sampai sudah dibikin baik dan dikasih bagus, serta so bagus, diambil alih Pemprov Sulteng,” ujarnya.
Jika diambil alih, maka pendapatan Pelabuhan Rakyat Luwuk melalui retribusi pelayanan kepelabuhanan juga menjadi milik Pemprov Sulteng. Amatan media ini, kondisi Pelabuhan Rakyat Luwuk sungguh timpang, antara pemerintah yang menarik uang jasa dan warga yang dibebani retribusi.
Kapal–kapal yang berlabuh di Pelabuhan Rakyat Luwuk, misalnya, sebagian besar menjaga kebersihan kapal dan menyediakan tempat pembuangan sampah sementara di setiap sudut-sudut kapal.
Kondisi ini berbeda dengan penyedia jasa, dalam hal penyediaan tempat sampah maupun edukasi kebersihan.
Hal lainnya adalah inovasi dalam pelayanan, pembelian tiket kini menggunakan boarding pass dengan barcode; sementara penarikan retribusi dilakukan secara manual dengan menumpuk uang retribusi dalam wadah berupa kardus.
Semangat reformasi birokrasi sebagaimana arahan Presiden Jokowi, mencakup birokrasi yang berdampak, lincah, dan cepat. Ketiganya ditopang pemerintah dengan basis data digital dan bukan sekadar tumpukan kertas.
Pelabuhan Rakyat Luwuk yang merupakan titik penting di kota Luwuk ini, sepertinya tak mengaplikasikan birokrasi yang berdampak, lincah, cepat, dan bukan (sekadar) tumpukan kertas itu. (*)
Sumber: https://www.sangalu.com/daerah/839310919/pelabuhan-rakyat-luwuk-dan-dilema-pemda-banggai?page=2