Upik mengatakan saat pendaftaran, KPU meminta agar semua partai politik memenuhi 30% keterwakilan perempuan. Namun, kata dia, ketika Pileg selesai, KPU tetap memberikan kursi bagi partai politik yang tidak terpenuhi keterwakilan perempuannya.
“Ternyata ada parpol tidak memenuhi keterwakilan perempuan itu dinyatakan memenuhi kursi, dinyatakan KPU mendapat kursi, baik di kabupaten provinsi, itu gimana?” kata Upik.
Upik mengatakan jika KPU tak dapat memberikan penjelasan, maka pihaknya akan membawa hal tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Sebab, menurutnya, hal itu tidak dapat dibiarkan begitu saja.
“Apakah ini bisa diabaikan, atau kami akan melewati MK?” ujarnya.
“Biar ini tidak hanya jadi sekedar diawal di Silon kami dituntut, tapi kemudian tidak terpenuhi dan dibiarkan tidak ada sanksi-sanksi kepada partai politik yang tidak memenuhi keterwakilan perempuan,” sambungnya.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari meminta agar masukan tersebut dapat menjadi catatan. Hasyim menekankan dirinya akan menyampaikan hal tersebut kepada jajarannya di KPU daerah.
“Jadi peristiwa yang dinyatakan tadi konkret, partai apa yang nggak ada calon perempuannya, tapi menang misalkan tadi ya, partainya apa dan seterusnya untuk pemilu tingkatan apa itu di dapil mana,” ujarnya.
“Nah catatannya tolong disampaikan di sini, nanti kita sampaikan kepada KPU Provinsi supaya catatan itu menjadi bagian dari berita acaranya DPRD Provinsi,” tambah Hasyim.
Diketahui, kebijakan keterwakilan perempuan dalam pemilihan legislatif memang sempat menjadi sorotan publik. KPU juga sempat dilaporkan kepada Bawaslu lantaran dugaan daftar calon tetap (DCT) Anggota DPR tak memenuhi 30% keterwakilan perempuan.
Padahal, dalam Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 245 menyebutkan jika syarat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% harus terpenuhi di setiap dapil. Namun, bukan akumulasi total secara nasional. (*)