Mahfud pun memberi tahu Jokowi mengenai hal itu. Jokowi, kata dia, tidak keberatan.
“Rocky Gerung udah saya undang ketemu saya. Pak Jokowi tahu dan ketawa-ketawa saja,” kata Mahfud dalam podcast yang disiarkan channel Youtube Sekretariat Kabinet RI.
Mahfud mengatakan bahwa Jokowi beda dengan Soeharto yang menjadi Presiden di era Orde Baru. Jokowi tak keberatan jika menterinya bertemu dengan lawan politik pemerintah. Beda dengan Soeharto di Era Orde Baru. Mahfud mengatakan Soeharto melarang jajarannya menemui pengkritik atau lawan politik pemerintah.
“Zaman Pak Harto dulu, oposisinya Pak Harto, menterinya enggak boleh ketemu. Harus ikut memusuhi,” ucap Mahfud.
Tak hanya Rocky Gerung, Mahfud juga mengaku bertemu dengan orang-orang lain yang kerap mengkritik Jokowi. Seperti misalnya Rizal Ramli dan Said Didu. Semua itu ia temui dan diketahui oleh Presiden Jokowi.
“Saya ketemu dan Pak Jokowi tahu,” kata dia.
Pengamat politik, Rocky Gerung saat diskusi publik 2019 Adios Jokowi di Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi, Jakarta, Rabu, 9 Januari 2019. Akademisi Rocky Gerung pernah diundang bertemu Menko Polhukam Mahfud MD. Presiden Jokowi tahu itu dan meresponsnya dengan tertawa. Mahfud mengatakan Jokowi tak pernah alergi dengan kritik. Malah mengusulkan orang yang kritis untuk diberikan tanda kehormatan. Mahfud menyebut Jokowi pernah mengusulkan agar Rocky Gerung diberikan Bintang Mahaputera Nararya.
“Kenapa Rocky Gerung enggak diusulkan?” ucap Mahfud menirukan Jokowi.
“Tapi engga ada dengan marah atau ngejek. Serius. Bergurau tapi enggak ngejek,” tambahnya.
Hingga kemudian, Bintang Mahaputera Nararya diberikan kepada Fadli Zon dan Fahri Hamzah pada Agustus 2020. Mereka diberi karena dianggap telah kritis selama menjadi pimpinan DPR periode 2014-2019. Bintang Mahaputera Nararya diberikan kepada orang yang dianggap berjasa kepada Indonesia. Tidak selalu pejabat negara yang diberikan tanda kehormatan tersebut.
Pada 2010, Frans Mendur diberikan Bintang Mahaputera Nararya. Frans Mendur merupakan fotografer yang memotret momen Sukarno-Hatta membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Pada 1994, pemerintah juga memberikan Bintang Mahaputera Nararya kepada cendekiawan Hans Bague Jassin, seorang cendekiawan.