“Saya sependapat itu perlu segera dibahas,” kata Mahfud di Rumah Dinas Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (2/8).
Mahfud menegaskan bakal mempertimbangkan usulan revisi UU Peradilan Militer tersebut. Menurutnya, saat ini revisi UU Peradilan Militer memang sudah ada di daftar program legislasi nasional (prolegnas) jangka panjang DPR RI.
“Ya, nanti kita agendakan, kan sudah ada di prolegnas ya. Di prolegnas jangka panjang. Nanti kita bisa bicarakan, kapan prioritas dimasukkan,” kata dia.
Sementara itu, Mahfud mengatakan penanganan dugaan kasus suap yang menyeret Henri Alfiandi dan Afri saat ini lebih tepat di pengadilan militer. Sebab, UU Peradilan Militer masih berlaku saat ini. Ia pun percaua Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI dan pengadilan militer dapat objektif menangani kasus tersebut.
“Saya percaya. Nyatanya kita koordinasi sehari langsung [ditetapkan] tersangka,” kata dia.
Elemen masyarakat sipil mengusulkan supaya pemerintah dan DPR segera merevisi UU Peradilan Militer usai dugaan kasus suap di Basarnas yang melibatkan prajurit TNI aktif. Penanganan kasus yang mulanya ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu juga sempat menimbulkan kegaduhan.
Puspom TNI tak terima karena KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dan penetapan tersangka tanpa koordinasi. Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menilai kasus dugaan korupsi Basarnas seharusnya menjadi momentum bagi Pemerintah dan DPR merevisi UU Peradilan Militer. Ia mengatakan upaya revisi undang-undang itu sudah sejak awal reformasi, tetapi hingga kini belum juga berhasil.
“Karena TNI belum juga mau bersepakat mengejawantahkan Pasal 65 ayat (2) UU Nomor 34 tahun 2004,” kata Huda. (*)