banner hokitimur

Kinerja Fiskal Sulawesi Tengah Maret 2024: Belanja Konektivitas Nihil Dampak Ganda

Oleh: Moh. Ahlis Djirimu

banner 120x600

Penerimaan negara berupa Penerimaan Perpajakan yang ditargetkan melalui masing-masing KPP Pratama. KPP Pratama Palu ditarget penerimaan negara akan mencapai Rp2,10,- triliun, lalu KPP Pratama Luwuk ditargetkan akan mencapai Rp712,05,- miliar, disusul KPP Pratama Poso yang ditargetkan penerimaan negara akan mencapai Rp5,47,- triliun, serta KPP Pratama Tolitoli ditargetkan Penerimaan Negara dari sektor perpajakan mencapai Rp460,01,- miliar. Adapun realisasi tertinggi dicapai oleh KPP Pratama Poso yang pada Maret 2024 Penerimaan Perpajakannya mencapai Rp1.533,88,- miliar atau proporsinya dari target yang ditetapkan yakni 28,05 persen. Realisasi Penerimaan Perpajakan terendah secara absolut dicapai oleh KPP Pratama Tolitoli sebesar Rp93,49,- miliar atau proporsinya mencapai 20,32 persen. Secara umum, Penerimaan Negara di Sulteng pada 31 Maret 2024 mencapai Rp2.229,01,- miliar atau 25,51 persen dari target Rp8.736,19,- laju pertumbuhannya mencapai 32,39 persen, serta selama Maret 2023-Maret 2024, terjadi kenaikan dari Rp1.683,65,- miliar menjadi Rp2.229,01,- miliar atau terjadi kenaikan sebesar 2,37 persen.

Pada Maret 2024, Kontribusi terbesar Penerimaan Pajak berasal dari Pajak penghasilan Non Migas mencapai Rp1.494,73,- miliar atau terjadi kenaikan terhadap Penerimaan Perpajakan Maret 2023 sebesar Rp1.067,55,- miliar atau kenaikannya mencapai 2,85 persen. Selanjutnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mengalami juga kenaikan dari Rp600,81,- miliar pada Maret 2023 menjadi Rp714,26,- miliar pada Maret 2024 atau terjadi kenaikan sebesar 1,45 persen.

Kontribusi Penerimaan terbesar dan proporsinya dominan berasal dari Sektor Industri Pengolahan yang pada Maret 2024 mencapai Rp1.471,56,- miliar meningkat dari Rp902,30,- miliar atau terjadi kenaikan sebesar 1,45 persen, serta proporsinya mencapai 56 persen dalam struktur 10 sektor yang memberikan Penerimaan Pajak di Provinsi Sulteng. Selanjutnya, dominasi Sektor Industri Pengolahan tersebut diikuti oleh Penerimaan Negara dari Sektor Perdagangan Besar dan Eceran yang pada Maret 2024 mencapai Rp336,92,- miliar, meningkat dari Rp312,81,- miliar pada Maret 2023 atau terjadi kenaikan sebesar 0,62 persen. Kedua sektor ini sepatutnya memberikan dampak ganda bagi perekonomian Sulteng asalnya sifatnya menyerap banyak tenaga kerja. Namun, adanya hilirisasi nikel hanya memberikan nilai tambah kurang berarti pada perekonomian Sulteng karena Kawasan industri bersifat pada modal. Sektor ketiga yang memberikan kontribusi Penerimaan Perpajakan Tertinggi yaitu Sektor Administrasi Pemerintahan yang Perpajakannya meningkat dari Rp114,60,- miliar pada Maret 2023 menjadi Rp169,79,- miliar pada Maret 2024 atau terjadi kenaikan sebesar 3,33 persen. Sektor Pertanian, Kehutanan, Perikanan merupakan sektor dengan kontribusi terendah kedua setelah Sektor Transportasi dan Pergudangan. Kontribusi penerimaan pajak dari sector ini meningkat dari R32,09,- miliar pada Maret 2023 menjadi Rp33,73,- miliar pada Maret 2024 atau terjadi kenaikan sebesar 0,42 persen. Kontribusi sektor ini paling rendah yakni mencapai 1,28 persen dan pertumbuhannya paling rendah hanya mencapai 5,10 persen.

Target Pendapatan Negara dalam APBN Regional Sulteng pada 2024 mencapai Rp11.489,- miliar (Rp11,49,- triliun). Realisasinya hingga Maret 2024 mencapai Rp2.713,- miliar atau proporsinya mencapai 23,61 persen. Hal ini didukung oleh realisasi Penerimaan Pajak mencapai Rp2.403,8,- miliar atau proporsinya mencapai 22,12 persen dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp309,3,- miliar atau proporsinya mencapai 49,82 persen.

Sebaliknya, target Belanja Negara di Provinsi Sulteng mencapai Rp25.695,7,- miliar yang realisasinya pada Maret 2024 mencapai Rp5.404,2,- miliar atau proporsinya mencapai 21,03 persen. Belanja terbesar dalam Belanja Pemerintah Pusat (BPP) yang ditargetkan mencapai Rp2.623,7,- miliar adalah Belanja Pegawai yang realisasinya mencapai Rp696,2,- miliar atau proporsinya mencapai 26,53 persen. Hal ini didorong oleh adanya Tunjangan Hari Raya (THR). Pada sisi Belanja Barang, mempunyai target Rp3.234,7,- miliar yang realisasi mencapai Rp803,2,- miliar atau proporsinya mencapai 24,83 persen. Hal ini didorong oleh adanya kegiatan Pemilu Tahun 2024.

Komponen DAK Non Fisik, DBH, dan DAU menopang realisasi TKD, sedangkan DAK Fisik dan DID belum terdapat realisasi anggaran.

Target Pendapatan Daerah di Provinsi Sulteng mencapai Rp24.887,36,- miliar di Tahun 2024. Realisasi Pendapatan Daerah sampai dengan Maret 2024 mencapai Rp2.741,45,- miliar atau proporsinya mencapai 11,02 persen. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditargetkan mencapai Rp4.455,21,- miliar, namun realisasinya hingga Maret 2024 hanya Rp452,28,- atau proporsinya mencapai 10,15 persen. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan yang di dalam RPJMD oleh Gubernur menjadi andalan PAD yang ditargetkan mencapai Rp278,90,- miliar belum terealisasi.

Belanja Daerah ditargetkan mencapai Rp26.580,12,- miliar. Realisasinya baru mencapai Rp1.461,92,- miliar atau proporsinya mencapai 5,5 persen. Belanja tersebut didominasi oleh sub komponen Belanja Pegawai dalam Belanja Operasi yakni Rp977,77,- miliar dari target Belanja Pegawai mencapai Rp9.890,78,- miliar atau proporsinya mencapai 9,89 persen.

Inflasi Gabungan Sulteng tercatat sebesar 3,38 persen (yoy) pada bulan Maret 2024, sedikit lebih tinggi daripada inflasi tahunan nasional yang sebesar 3,05 persen (yoy).

Gejolak pasar atas komoditas pangan pada bulan Feb-Mar 2024 mendorong peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) di regional Sulawesi. Mayoritas provinsi di Sulawesi mengalami pertumbuhan IHK dengan inflasi tahunan tertinggi di tercatat di Provinsi Gorontalo (4,3 persen yoy) dan terendah di Sulawesi Selatan (2,75 persen yoy) .

Pengeluaran pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau memiliki peran dominan dalam peningkatan IHK di Sulteng. Inflasi tahunan kelompok makanan tercatat sebesar 7,5 persen di Kota Palu, sebesar 2,9 persen di Kota Luwuk, 13,19 persen di Kab Morowali, dan 12,78 persen di Kab Tolitoli. Belanja infrastruktur konektivitas semakin meningkat pada Tahun 2023 dengan realisasi sebesar Rp2,15 T yang sebagian besar disumbang oleh kinerja PUPR. Namun, setelah dilakukan riset lapangan Bersama-sama Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu dalam Secondment kerangka Penguataan Regional Chief Economist (RCE) Regional Sulawesi dalam konteks manfaatkan konektivitas transportasi, maka ditemukan bahwa alokasi dana infrastruktur transportasi darat yang bersumber dari APBN, alokasi dana transportasi laut bersumber dari APBN, serta alokasi konektivitas Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) bersumber dari APBD yang memberikan manfaat bagi daerah dan memberikan dampak ganda bagi pembangunan. Sebaliknya, alokasi APBD bagi transportasi darat, alokasi APBD bagi transportasi laut, serta alokasi APBN bagi TIK kurang memberikan multiplier effect bagi pembangunan di Sulawesi.

Dalam konteks Sulteng, memang saat ini terdapat sepuluh infrastruktur konektivitas yang belum terkoneksi dengan jalan nasional yang terdiri dari lima pelabuhan laut, 4 pelabuhan penyebrangan, serta satu terminal. Pekerjaan rumah bagi pemerintahan berikutnya pasca 27 November 2024. Di Provinsi Sulawesi Tengah, jalan nasional mencapai 2373,40 km, terpanjang di Sulawesi atau merepresentasi 26,99 persen dari keseluruhan jalan nasional di daratan Sulawesi yang mencapai 8.792,82 km. Sedangkan jalan nasional terpanjang kedua berada di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 1.745,92 km dan disusul oleh jalan nasional di Provinsi Sulawesi Utara mencapai 1.663,92 km. Pada periode 2021-2023, belanja berdasarkan output prasarana di Sulteng melonjak tajam. Belanja tersebut mencakup sarana(bus, kapal laut, alat penerbangan), prasarana (jalan, jembatan, pelabuhan, bandara), perawatan/rehabilitasi sarana, perawatan/rehabilitasi prasarana. Di Tahun 2021, belanja tersebut dialokasikan mencapai Rp1,045,- triliun.

 

Namun, realisasinya hanya mencapai Rp717,95,- miliar. Di Tahun 2022, pagu alokasi mencapai Rp1,29,- triliun, namun, realisasinya hanya mencapai Rp986,13,- miliar. Di Tahun di 2023, alokasi pagu mencapai Rp2,34,- triliun, namun realisasinya hanya mencapai Rp2,15,- triliun. Hal ini berarti bahwa teriakan di daerah yang kekurangan dana infrastruktur, sepatutnya diikuti tindakan realistis yang tidak mampu menyerap berkualitas dana infrastruktur yang sudah disediakan, sehingga dapat memberikan multiplier effect bagi pembangunan di Sulteng. Ternyata, diagnostic growth meminjam istilah Ricardo Hausman yakni pertumbuhan ekonomi inklusif yang didorong oleh konektivitas antar daerah belum mampu tercipta di daerah kita.

*) Penulis adalah Associate Professor FEB-Untad dan Regional Expert Sulawesi-Local Expert Sulteng Kemenkeu R.I

Sumber: https://metrosulawesi.net/berita/detail/kinerja-fiskal-sulawesi-tengah-maret-2024-belanja-konektivitas-nihil-dampak-ganda