Jakarta – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku masih memiliki harapan terhadap rusaknya hukum dan tatanan hukum yang terjadi saat ini bakal diperbaiki oleh pemerintahan mendatang. Sebagaimana diketahui, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka telah ditetapkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih periode 2024-2029. Keduanya, bakal dilantik pada 20 Oktober 2024.
Mahfud menekankan bahwa penegakan hukum yang benar bakal memberikan dampak positif bagi jalannya pemerintahan. “Saya masih punya harapan, mudah-mudahan nanti kalau sudah dilantik Pak Prabowo melakukan perubahan-perubahan yang bagus. Karena itu akan membantu bagi pemerintah, akan membantu Pak Prabowo kalau hukum ditegakkan dengan benar,” kata Mahfud.
Namun, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, hukum rimba bakal berlaku jika pemerintahan berikutnya tidak memperbaiki proses penegakan hukum di Tanah Air.
“Untuk memperbaiki, kita berharap bisa memulai dengan itu. Kalau ndak, ya rusak ke depan. Akhirnya menjadi negara hukum rimba ya,” ujar Mahfud. Sebelumnya, Mahfud menyebut cara berhukum di negara ini sudah sangat rusak saat dimintai pendapat terkait keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai syarat penghitungan usia calon kepala daerah karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada).
Padahal, menurut Mahfud. aturan yang dibuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah sesuai atau tidak bertentangan dengan UU Pilkada. Mahfud menjelaskan bahwa Pasal 7 Ayat (1) UU Pilkada sudah jelas menyebut kententuan untuk mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah. Kemudian, Ayat (2) mengatur soal persyaratan termasuk soal usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan/atau calon wakil gubernur. Lalu, minimal 25 tahun untuk calon bupati dan/atau calon wakil bupati, serta calon walikota dan/atau calon walikota.
Oleh karena itu, menurut Mahfud, sudah jelas bahwa persyaratan yang diatur pada Pasal 7 Ayat (2) UU Pilkada adalah untuk mencalonkan dan dicalonkan menjadi kepala daerah. Dengan demikian, peraturan yang dibuat KPU sudah sesuai dengan UU Pilkada jika mensyaratkan batasan umur dihitung sejak penetapan pasangan calon kepala daerah.
“Saya sebenarnya agak malas tuh mengometari ini. Satu, kebusukan cara kita berhukum lagi yang untuk dikomentari sudah membuat mual gitu. Sehingga saya berkata, ya sudahlah apa yang kau mau lakukan, lakukan saja merusak hukum itu,” kata Mahfud.
Dia lantas menyinggung bahwa hukum kini dikendalikan oleh kekuasaan untuk kepentingan tertentu. Padahal, seharusnya hukum yang mengatur semuanya.
“Ini berhukum kita sudah rusak. Biar saja jalan nanti kan nabrak sendiri. Karena mau dikatakan jangan dilaksanakan, itu sudah putusan MA. Mau dilaksanakan putusan MA-nya itu bertentangan dengan Undang-Undang dan kewenangananya. Terus siapa yang mau meluruskan ini? Kan seharusnya MA yang meluruskannya. Sementara MA sendiri bungkam kan,” ujar Mahfud.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini juga menyinggung putusan sela Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mengabulkan eksepsi atau nota keberatan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim berpandangan, Jaksa KPK tidak berwenang menuntut Hakim Agung dalam perkara dugaan gratifikasi dan TPPU sebagaimana nota keberatan tim hukum Gazalba Saleh.
Majelis Hakim sependapat dengan tim hukum Gazalba yang menilai Jaksa KPK tidak menerima pelimpahan kewenangan penuntutan terhadap Gazalba Saleh dari Jaksa Agung. Adapun ketentuan menuntut Hakim Agung ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.
“Eksepsinya (Gazalba Saleh) dikabulkan karena katanya untuk menentukan itu harus atas persetujuan Jaksa Agung. Selama ini sudah ratusan kasus KPK memasukkan orang ke penjara tanpa izin dari Kejaksaan Agung, Jaksa Agung. Alasannya apa, ini rusak lagi hukum,” kata Mahfud.
Sebagaimana diketahui, melalui putusan Nomor 23 P/HUM/2024, MA mengabulkan permohonan hak uji materi yang dimohonkan oleh Ketua Umum Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) Ahmad Ridha Sabana terkait Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 dengan UU Pilkada. MA lantas meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencabut aturan penghitungan usia calon kepala daerah dari yang semula termaktub dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020. Kemudian, MA membuat tafsir bahwa aturan usia calon kepala daerah dihitung pada saat calon tersebut dilantik sebagai kepala daerah definitif. Baca juga: Mahfud Sebut Putusan MA Salah, Peraturan KPU Sudah Sesuai dengan UU Pilkada.
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2024/06/06/06210081/harap-prabowo-perbaiki-hukum-mahfud-kalau-tidak-berlaku-hukum-rimba?page=2